Create your own Animation/a>>Create your own AnimationPhotobucketToko Buku Online
bisnis gratisan
Peluang Anda Menuju Sukses
MENERIMA PENDAFTARAN LOKET PEMBAYARAN RESMI LISTRIK, TELKOM, PULSA, DLL (PPOB). Silahkan SMS NO. HP, NAMA DAN ALAMAT ANDA Sekarang!!! Buku Best Seler: 8 Etos Kerja Profesional (Jansen),Kepemimpinan Kepala Sekolah(Wahyudi),Menjadi Kepala Sekolah yang Profesional(Mulyasa),Menjadi Guru Profesional(Mulyasa), Kemampuan Profesional Guru & Tenaga Kependidikan(Sagala), Profesionalisasi & Etika Profesi Guru(Danim), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif(Trianto), Model-Model Pembelajaran Mutakhir(Isjoni), Analisa Data Penelitian Menggunakan SPSS(Sarwono). Ingin pesan minimal 3 buku dgn judul yang berbeda

Jumat, 18 Maret 2011

Kompetensi Kepala Sekolah

A.  Pengertian Kompetensi   Kepala Sekolah
              1.    Kompetensi
Menurut Purwadarminta dalam kamus umum Bahasa Indonesia, “kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal”. Kompetensi yang ada dalam Bahasa Inggris adalah competency atau competence merupakan kata benda, menurut William D. Powell dalam aplikasi Linguist Version 1.0 (1997) diartikan: “1) kecakapan, kemampuan, kompetensi 2) wewenang. Kata sifat dari competence adalah competent yang berarti cakap, mampu, dan tangkas”.(sumber: http://dahlanforum.wordpress.com di unduh tgl 16/03/2011).
                 Sagala (2009:126) menyatakan bahwa kompetensi adalah “seperangkat pengetetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki oleh kepala sekolah dalam melaksankan tugas dan tanggungjawabnya. Dsejalan dengan itu Syah (2002:229) mengumukakan “pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan”. Usman (1994:1) mengemukakan kompetensi berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun kuantitatif. Mc Ahsan (1981:45) dalam Mulyasa (2003:38), mengemukakan bahwa kompetensi :
  “is a knowledge, skill, and abilities or capabilities that a person achieves,which become part of his or her being to the extent he or she can satisfactory perform particular coqnitive. Affective and psychomotor behaviours.” (“Kompetensi diartikan kemampuan ketrampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.”)

Gordon (1988:109) menjelaskan beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi sebagai berikut :
1.     Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif.
2.     Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif.
3.     Kemampuan (skill), yaitu sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk  melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
4.     Nilai (value), yaitu suatu standar perilaku yang diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang.
5.     Sikap (attitude), yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang dating dari luar.
6.     Minat (interest), yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan.

Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan semua pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap dasar yang harus dimiliki oleh kepala sekolah yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak yang bersifat dinamis, berkembang, dan dapat diraih dan dilaksanakan setiap waktu. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus-menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap-sikap dasar dalam melakukan sesuatu. Kebiasaan berpikir dan bertindak itu didasari oleh budi pekerti yang luhur baik dalam kehidupan pribadi, sosial,kemasyarakatan, keber-agama-an, dan kehidupan berbangsa dan bernegara.

2.    Manajerial
         Secara etimologi kata manajemen berasal dari bahasa Latin yaitu “managere”. Secara morfologi kata ini terdiri dari dua kata, “manus” yang artinya tangan dan “agree” yang artinya melakukan. Gabungan dari dua kata tersebut menjadi “manager” berarti menangani atau mengendalikan. (Kambey,2006:1)
         Menurut Sanches (Kambey, 2006:2), manajemen adalah “proses mengembangkan manusia. Secara keseluruhan, proses ini dibutuhkan untuk menantang  orang untuk mengambil tujuan yang tinggi, melibatkan mereka secara signifikan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan, dan menolong mereka mengembangkan hubungan kerja yang efektif, memuaskan dan produktif dalam mencapai tujuan-tujuan dari system di mana mereka adalah bahagian dari system tersebut.
         Menurut Stoner (Wahyudi, 2009:67), manajer adalah “orang yang menggunakan semua sumber daya untuk mencapai tujuan”. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Handoko (1992:15) bahwa, “manajer adalah orang yang mempunyai tanggung jawab atas bawahan dan sumber daya organisasi”. Secara lebih spesifik, Pidarta (1992:15) menjelaskan “dalam dunia pendidikan, manajer adalah seseorang yang menjalankan aktivitas untuk memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya”.
Dalam menjalankan kepemimpinannya, selain harus tahu dan paham tugasnya sebagai pemimpin, yang tak kalah penting dari semua itu seyogyanya kepala sekolah memahami dan mengatahui perannya. Adapun peran-peran kepala sekolah yang menjalankan peranannya sebagai manajer seperti yang diungkapkan oleh Wahjosumidjo (2002:90) adalah: (a) Peranan hubungan antar perseorangan; (b) Peranan informasional; (c) Sebagai pengambil keputusan.
Dari tiga peranan kepala sekolah sebagai manajer tersebut, dapat  uraikan sebagai berikut:
a. Peranan hubungan antar perseorangan
·        Figurehead, figurehead berarti lambang dengan pengertian sebagai kepala sekolah sebagai lambang sekolah.
·        Kepemimpinan (Leadership). Kepala sekolah adalah pemimpin untuk menggerakkan seluruh sumber daya yang ada di sekolah sehingga dapat melahirkan etos kerja dan peoduktivitas yang tinggi untuk mencapai tujuan.
·        Penghubung (liasion). Kepala sekolah menjadi penghubung antara kepentingan kepala sekolah dengan kepentingan lingkungan di luar sekolah. Sedangkan secara internal kepala sekolah menjadi perantara antara guru, staf dan siswa.
b. Peranan informasional
·        Sebagai monitor. Kepala sekolah selalu mengadakan pengamatan terhadap lingkungan karena kemungkinan adanya informasi-informasi yang berpengaruh terhadap sekolah.
·        Sebagai disseminator. Kepala sekolah bertanggungjawab untuk menyebarluaskan dan memabagi-bagi informasi kepada para guru, staf, dan orang tua murid.
·        Spokesman. Kepala sekolah menyabarkan informasi kepada lingkungan di luar yang dianggap perlu.
c. Sebagai pengambil keputusan
·        Enterpreneur. Kepala sekolah selalu berusaha memperbaiki penampilan sekolah melalui berbagai macam pemikiran program-program yang baru serta malakukan survey untuk mempelajari berbagai persoalan yang timbul di lingkungan sekolah.
·        Orang yang memperhatikan ganguan (Disturbance handler). Kepala sekolah harus mampu mengantisipasi gangguan yang timbul dengan memperhatikan situasi dan ketepatan keputusan yang diambil.
·        Orang yang menyediakan segala sumber (A Resource Allocater). Kepala sekolah bertanggungjawab untuk menentukan dan meneliti siapa yang akan memperoleh atau menerima sumber-sumber yang disediakan dan dibagikan.
·        A negotiator roles. Kepala sekolah harus mampu untuk mengadakan pembicaraan dan musyawarah dengan pihak luar dalam memnuhi kebutuhan sekolah. (Sumber:http://akhmadsudrajat.wordpress.com, di unduh tgl 17/03/2011)

                Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas, maka manajerial merupakan seorang pemimpin atau manajer yang memiliki ketrampilan dalam menggerakkan sumber daya yang ada dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan secara bersama-sama.
       Manajemen pada hakekatnya merupakan suatu proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan usaha anggota-anggota organisasi serta pendayagunaan seluruh sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Manajemen sebagai suatu proses, karena semua manajer bagaimanapun juga dengan ketangkasan dan keterampilan yang khusus, mengusahakan berbagai kegiatan yang saling berkaitan dapat didayagunakan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Merencanakan, dalam arti kepala sekolah harus benar-benar memikirkan dan merumuskan dalam suatu program tujuan dan tindakan yang harus dilakukan. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah adalah kompetensi manajerial, yang antara lain menyangkut kemampuan kepala sekolah dalam menyusun perencanaan, untuk berbagai macam tingkatan perencanaan, baik jangka panjang, menengah, ataupun pendek. Perencanaan yang disusun harus merupakan rencana yang komprehensif untuk mengoptimalkan pemanfaatan segala sumber daya yang ada dan yang mungkin diperoleh guna mencapai tujuan yang diinginkan dimasa mendatang. Mengorganisasikan, berarti bahwa kepala sekolah harus menghimpun dan mengkoordinasikan sumber daya manusia dan sumber-sumber material sekolah, sebab keberhasilan sekolah sangat bergantung pada kecakapan dalam mengatur dan mendayagunakan berbagai sumber dalam mencapai tujuan. Memimpin, dalam artian kepala sekolah mampu mengarahkan dan mempengaruhi seluruh sumber daya manusia untuk melakukan tugas-tugasnya yang esensial. Dengan menciptakan suasana yang tepat kepala sekolah membantu sumber daya manusia untuk melakukan hal-hal yang baik. Mengendalikan, dalam arti kepala sekolah memperoleh jaminan bahwa sekolah berjalan mencapai tujuan. Apabila terdapat kesalahan dalam pelaksanaannya, maka kepala sekolah harus memberikan petunjuk dan arahan.
              Dari uraian di atas, seorang manajer atau seorang kepala sekolah pada hakikatnya adalah seorang perencana, organisator, pemimpin dan seorang pengendali. Keberadaan manajer pada suatu organisasi sangat diperlukan, sebab organisasi sebagai alat untuk  mencapai tujuan organisasi dimana di dalamnya berkembang berbagai macam pengetahuan, serta organisasi yang menjadi tempat untuk membina dan mengembangkan karier-karier sumber daya manusia, memerlukan manajer yang mampu untuk merencanakan, mengorganisasikan, memmpin dan mengendalikan agar organisasi dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan
3.     Kepala Sekolah
Dalam sebuah lembaga atau organisasi formal, baik kecil maupun besar dapat dijumpai adanya seorang pemimpin tanpa terkecuali, termasuk pada lembaga pendidikan. Dalam lembaga pendidikan khususnya persekolahan di tingkat dasar dan menengah, orang yang memimpin atau menjadi pemimpin terkenal dengan sebutan nama kepala sekolah.
1.     Pengertian Kepala Sekolah
Pemimpin merupakan salah satu unsur penting dalam sebuah organisasi. Maju mundurnya sebuah organisasi sangat ditentukan oleh kemampuan pemimpin dalam mengelola organisasinya. Demikian juga dalam organisasi pendidikan. dalam organisasi pendidikan, pemimpinnya disebut sebagai kepala sekolah.
               Kepala sekolah adalah seorang fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. 
Menurut Mulyono ( 2008:144), bahwa kemajuan sekolah akan lebih penting bila orang memberikan atensinya pada kiprah kepala sekolah karena alasan-alasan sebagai berikut. Pertama, kepala sekolah merupakan tokoh sentral pendidikan. Hal ini dikarenakan bahwa kepala sekolah sebagai fasilitator bagi pengembangan pendidikan, sebagai pelaksana suatu tugas yang syarat dengan harapan dan pembaharuan. Kemasan cita-cita mulia pendidikan secara tidak langsung juga diserahkan kepada kepala sekolah. Begitu pula optimisme para orang tua yang terkondisikan pada kepercayaan menyekolahkan anak-anaknya pada sekolah tertentu, tidak lain karena menggantungkan cita-citanya pada kepala sekolah. Kedua, sekolah adalah sebagai suatu komunitas pendidikan yang membutuhkan seseorang pemimpin untuk mendayagunakan potensi yang ada dalam sekolah. Pada tingkatan ini, kepala sekolah sering dianggap identik , bahkan telah dikatakan bahwasanya wajah sekolah ada pada kepala sekolah. Peran kepala sekolah di sini bukan hanya sebagai seorang akumulator, melainkan juga sebagai konseptor manajerial yang bertanggung jawab pada kontribusi masing-masing demi efektivitas dan efisiensi kelangsungan pendidikan. 
2.     Tugas Kepala Sekolah
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam pembentukan sikap dasar peserta didik. Karena itu disekolah perlu diciptakan iklim lingkungan pendidikan yang menyenangkan dan tertib. Terciptanya kondisi semacam itu sangat tergantung kepada kemampuan kepala sekolah dalam menjalankan tugas yang menjadi tanggungjawabnya. Menurut Wahyudi, (2009:64), dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk mendayagunakan tenaga kependidikan melalui kerjasama atau koperatif, member kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.
Kepala sekolah yang ditetapkan sebagai pemimpin mempunyai tugas rangkap yaitu sebagai administrator yang mengurusi segala sesuatu yang berkenaan dengan administrasi di sekolah, dan sebagai supervisor yang menyelenggarakan tugas supervisi yang diselenggarakan di sekolahnya. Kepala sekolah sebagai supervisor memberikan bantuan teknis profesional kepada guru-guru dalam pengajaran. Dari deskripsi diatas, dapat ditarik konklusi bahwa tugas kepala sekolah adalah; (1) tugas administrator, yang mengurusi administrasi sekolah, (2) tugas sebagai manajer, (3) tugas sebagai pemimpin pengajaran, dan (4) tugas sebagai supervisor.
Sebagai administrator, kepala sekolah dapat mendayagunakan sumber daya yang tersedia meliputi; pengelolaan pengajaran, pengelolaan kesiswaan, pengelolaan personil, pengelolaan sarana, pengelolaan keuangan, pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat. Tugas kepala sekolah sebagai manajer bertanggungjawab mengorganisasikan serta mengkoordinasikan segala sumber material dan manusia secara efektif. Tugas sebagai pemimpin pengajaran meliputi tugas-tugas program pengembangan staf dan guru, program evaluasi dan mengadakan evaluasi staf dan guru. Sedang tugas kepala sekolah sebagai supervisor adalah memberikan bantuan teknis profesional kepada guru-guru dalam penyelenggaraan pengajaran agar dapat melaksanakan proses pembelajaran siswa secara optimal.
4. Kompetensi Kepala Sekolah
Seseorang dinyatakan kompeten di bidang tertentu jika menguasai kecakapan bekerja sebagai suatu keahlian selaras dengan bidangnya. Kepala sekolah dalam mengelola satuan pendidikan disyaratkan menguasai ketrampilan dan kompetensi tertentu yang dapat mendukung pelaksanaan tugasnya. Suhertin dalam Wahyudi (2009:28) mengartikan “kompetensi sebagai kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan”. Kompetensi diperoleh melalui berbagai macam pendidikan dan pelatihan ( diklat ) yang diikuti yang sesuai dengan standar dan kualitas tertentu dengan tugas yang akan dilaksanakan. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Supandi dalam Wahyudi (2009:28) bahwa:
“Kompetensi adalah seperangkat kemampuan untuk melakukan sesuatu jabatan, dan bukan semata-mata pengetahuan saja. Kompetensi menuntut kemampuan kognitif, kondisi afektif, nilai-nilai dan ketrampilan tertentu yang khas dan spesifik berkaitan dengan karakteristik jabatan atau tugas yang dilaksanakan.”
  Spesifikasi kemampuan  tersebut dimaksudkan agar kepala sekolah  dapat melaksanakan tugas secara baik dan berkualitas. Kepala sekolah yang memenuhi kriteria dan persyaratan suatu jabatan berarti berwenang  atas jabatan atau tugas yang diberikan dengan kata lain memenuhi persyaratan kompetensi.
Dengan demikian kompetensi kepala sekolah adalah pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan seorang kepala sekolah  dalam kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten yang memungkinkannya menjadi kompeten atau berkemampuan dalam mengambil keputusan tentang penyediaan, pemanfaatan dan pengingkatan potensi sumberdaya yang ada untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolahnya.
 Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007, tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, bahwa kepala sekolah harus memiliki standar kompetensi “(1) kompetensi kepribadian, (2) kompetensi manajerial, (3) kompetensi kewirausahaan, (4) kompetensi   supervisi dan (5) kompetensi sosial.”
1.  Kompetensi Kepribadian
Ketika seseorang membicarakan mengenai kepribadian  tentunya harus di lihat dari sudut padang psikologi dan harus pula dianalisis melalui psikologi kepribadian. Kepribadian merupakan suatu masalah yang abstrak, hanya dapat di lihat lewat penampilan, tindakan, ucapan, dan cara berpakaian seseorang. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda.
Menurut Hipocrates (dalam Sagala, 2009:126) bahwa dalam diri manusia terdapat empat macam sifat yaitu tanah sifat kering terdapat dalam chole (empedu kering), air sifat basah terdapat dalam melanchole (empedu hitam), udara sifat dingin tedapat dalam phlegma (lendir), dan api sifat panas terdapat dalam sanguis (darah). Kemudian Galenus menyempurnakan pendapat Hipocrates dan membeda-bedakan kepribadian atas dasar keadaan proporsi campuran cairan-cairan. Hipocrates dan Galenus mengikhtisarkan kepribadian empat macam cairan badan yang dominan yaitu:
1.  Chole mempunyai prinsip tegangan, tipe kholeris, dan sifat khasnya hidup (besar semangat), hatinya mudah terbakar, daya juang besar, dan optimistis.
2.  Melanchole mempunyai prinsip penegaran (rigidity), tipe melankholis, dan sifat khasnya mudah kecewa, daya juang kecil, muram, dan pesimis.
3.  Phlegma mempunyai prinsip plastisitas, tipe phlegmatic, dan sifat khasnya tak suka terburu-buru (kalem, tenang), tak mudah dipengaruhi, setia.
4.  Sanguis mempunyai prinsip ekspansivitas, tipe sanguinis, dan sifat khasnya hidup, mudah berganti haluan, dan ramah.

Bagi kepala sekolah perlu memiliki kemampuan mengenal kepribadian guru dan personel lainnya dengan menggunakan tipe yang dikemukan oleh Hipocrates dan Galenus. Secara umum manusia mempunyai tipe-tipe tersebut, hanya saja ada kecenderungan yang lebih besar pada salah satu chole, melancole, phlegm, atau sanguis  jika salah satu dominan maka lainnya tidak dominan. Hal yang demikian ini selalu ditemukan bagi setiap pribadi manusia. Identitas pribadi seseorang menurut Erikson tumbuh dan terbentuk melalui perkembangan proses krisis psikososial yang berlangsung dari fase ke fase. Erikson berasumsi bahwa setiap individu yang sedang tumbuh di paksa harus menyadari dan berinterkasi dengan lingkungan sosialnya yang berkembang makin luas. Jika individu bersangkutan mampu mengatasi krisis demi krisis yang akan muncul dengan suatu kepribadian yang sehat dan ditandai dengan kemampuannya menguasai lingkungannya, fungsi-fungsi psiko fisiknya terintegrasi, dan memahami dirinya secara optimal. (Makmun, 2003:117, dalam Sagala, 2009:127)
Oleh karena itu kompetensi kepribadian merupakan suatu performansi pribadi (sifat-sifat) yang harus dimiliki seeorang. Dimensi kompetensi kepribadian kepala sekolah dalam Sagala (2009:127) dijabarkan sebagai berikut:
1.        Memiliki integritas kepribadian yang kuat sebagai pemimpin
2.        Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah
3.        Bersikap terbuka dalam melaksnakan tugas pokok dan fungsi.
4.        Mampu mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah.
5.        Memiliki bajat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.

2.          Kompetensi Manajerial
Seorang kepala sekolah, di samping harus mampu melaksanakan proses manajemen yang merujuk pada fungsi-fungsi manajemen, juga dituntut untuk memahami sekaligus menerapkan seluruh substansi kegiatan pendidikan.
Menurut pendapat Sanusi yang dikutip M. Idochi Anwar dan Yayat Hidayat Amir (2002) bahwa:
Perubahan dalam peranan dan fungsi sekolah dari yang statis di jaman lampau kepada yang dinamis dan fungsional-konstruktif di era globalisasi, membawa tanggung jawab yang lebih luas kepada sekolah, khususnya kepada administrator sekolah. Pada mereka harus tersedia pengetahuan yang cukup tentang kebutuhan nyata masyarakat serta kesediaan dan keterampilan untuk mempelajari secara kontinyu perubahan yang sedang terjadi di masyarakat sehingga sekolah melalui program-program pendidikan yang disajikannya dapat senantiasa menyesuaikan diri dengan kebutuhan baru dan kondisi baru.” (sumber: http://sujarwohart.wordpress.com di unduh tgl 16/03/2011).
Diisyaratkan oleh pendapat tersebut, bahwa kepala sekolah sebagai salah satu kategori administrator pendidikan perlu melengkapi wawasan kepemimpinan pendidikannya dengan pengetahuan dan sikap yang antisipatif terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, termasuk perkembangan kebijakan makro pendidikan. Wujud perubahan dan perkembangan yang paling aktual saat ini adalah makin tingginya aspirasi masyarakat terhadap pendidikan, dan gencarnya tuntutan kebijakan pendidikan yang meliputi peningkatan aspek-aspek pemerataan kesempatan, mutu, efisiensi dan relevansi.
Kompetensi manajerial yang tertuang dalam Lampiran Peraturan  Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 Tanggal 17 April 2007 adalah sebagai berikut:
1.        Mampu menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan.
2.        Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan.
3.        Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal.
4.        Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif.guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal.
5.        Menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik
6.        Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal.
7.        Mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal.
8.        Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencairan dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/madrasah.
9.        Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik
10.    Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajarn sesuai dengan arah dan tujuan.
       sekolah sesuai standar pengawasan yang berlaku.

3. Kompetensi Kewirausahaan
Kewirausahaan (entrepreneurship) adalah proses menciptakan sesuatu yang baru dan berani mengambil resiko dan mendapatkan keuntungan. Para ahli sepakat bahwa yang dimaksud dengan kewirausahaan menyangkut tiga prilaku yaitu : (a) kreatif, (b) komitmen (motivasi tinggi dan penuh tanggungjawab), (c) berani mengambil resiko dan kegagalan.
Dimensi kompetensi kewirausahaan kepala sekolah dalam Wahyudi (2009:31) dijabarkan sebagai berikut:
1.        Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah:
2.        Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah
3.        Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah.
4.        Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yaqng dihadapi sekolah.
5.        Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah sebagai sumber belajar peserta didik.

4.  Kompetensi Supervisi
            Untuk mencapai hasil yang diinginkna atau yang akan direncanakan, kepala sekolah dalam mengelola kegiatan perlu melakukan pembinaan dan penilaian. Pembinaan lebih kea rah member bantuan kepada guru-guru dan personel lainnya sedangkan penilian lebih kearah mengukur dengan cara melakukan audit mutu tentang prosedur kerja dan instruksi kerja yang telah ditetapkan secara bersama-sama dapat tercapai atau tidak.
Oleh karena itu kepala sekolah harus mempunyai kemampuan mensupervisi dan mengaudit kinerja guru dan personel lainnya di sekolah dengan kegiatan sebagai berikut:
1.     Mampu melakukan supervisi sesuai prosedur dan tehnik-tehnik yang tepat.
2.     Mampu melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan program pendidikan sesuai dengan prosedur yang tepat.
3.     Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.

5.                  Kompetensi Sosial
            Pakar psikologi pendidikan menyebut kompetensi sosial itu sebagai social intellegence atau kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial merupakan salah satu dari sembilan kecerdasan (logika, bahasa, musik, raga, ruang, pribadi, alam, dan kuliner). Semua kecerdasan itu dimiliki oleh seseorang, hanya mungkin bebera­pa diantaranya menonjol dan yang lain biasa saja atau kurang. Uniknya beberapa kecerdasan tersebut bekerja secara terpadu dan simultan ketika seseorang berpikir dan atau mengerjakan sesuatu.
Menurut Ramly (2006:87) kepala sekolah/guru merupakan suatu cermin. Kepala sekolah/guru sebagai cermin memberikan gambaran (pantulan diri) bagaimana dia memandang dirinya, masa depannya, dan profesi yang ditekuninya. Berdasarkan uraian tersebut, yang dimaksud dengan kompetensi sosial merupakan suatu kemampuan seorang kepalas sekolah/guru dalam hal berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan: a) peserta didik, b) sesama pendidik, c) tenaga kependidikan, d) orang tua/wali peserta didik dan e) masyarakat sekitar (Depdiknas, 2003:27). Jadi seorang kepala sekolah/guru harus: a) mampu berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik, b) mampu berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan, c) mampu berkomu­nikasi secara efektif, empatif dan santun dengan orang tua peserta didik dan masyarakat, d) bersikap kooperatif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi, dan e) mampu beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keberagaman sosial budaya.
Dimensi kompetensi sosial kepala sekolah dalam Wahyudi (2009:32) dijabarkan sebagai berikut:
1.        Bekerjasama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah.
2.        Berpartisipasi dalam kegiatan social kemasyarakatan.
3.        Memiliki kepekaan social terhadap orang atau kelompok lain. 
Kompetensi kepala sekolah sebagimana yang telah dipersyaratkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia tersebut di atas tentunya belum cukup untuk menjamin keberhasilan sekolah dalam mencapai  visi dan misi yang telah ditetapkan. Karena itu perlu ditambah dengan kompetensi-kompetensi yang lain yang berkaitan dengan tugas  dan fungsi kepala sekolah. Mengingat kepala sekolah dalam pengelolaan satuan pendidikan mempunyai kedudukan yang strategis dalam mengembangkan sumberdaya sekolah terutama mendayagunakan guru dalam pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Dari berbagai pendapat tentang profesionalisme atau kompetensi kepala sekolah/madrasah yang peneliti sebutkan diatas, maka perlu kiranya seorang kepala sekolah dituntut untuk profesional agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan maksimal. Setidaknya ada delapan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah untuk bisa melaksanakan tugasnya dengan baik. Pertama, memiliki rasa tanggung jawab yang besar atas terlaksananya seluruh kegiatan yang mendukung tercapainya tujuan sekolah/pendidikan. Kedua, memiliki kemampuan untuk memotivasi orang untuk melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan ikhlas. Ketiga, memiliki rasa percaya diri, keteladanan yang tinggi dan kewibawaan. Keempat, dapat menjalin hubungan yang harmonis dengan  masyarakat dan dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah. Kelima, mampu membimbing, mengawasi dan membina bawahan (guru) sehingga  masing-masing guru  memperoleh tugas yang sesuai dengan keahliannya. Keenam, berjiwa besar, memiliki sifat ingin tahu dan memiliki pola pikir berorientasi jauh ke depan. Ketujuh, berani dan mampu mengatasi kesulitan. Kedelapan, selalu melakukan inovasi di segala hal. menjadi tuntutan yang perlu dimiliki oleh seorang kepala sekolah. 
Delapan kompetensi di atas merupakan syarat ideal kepala sekolah dalam membangun pendidikan ditengah-tengah tuntutan jaman dan tuntutan masyarakat. Jika delapan kompetensi ideal tadi belum bisa terpenuhi, maka ideal minimal seorang kepala sekolah adalah memiliki idealisme untuk memajukan sekolah, memajukan profesionalisme guru, memajukan kretifitas siswa dan membangun soft skill komunitas sekolah yang dipimpinnya.
Siapapun kepala sekolah yang memimpin suatu sekolah apabila mampu melakukan fungsi komunikasi yang baik dengan semua pihak, maka penilaian yang umum diberikan oleh guru, siswa, staf dan masyarakat sudah cukup untuk menyatakan bahwa kepala sekolah tersebut adalah kepala sekolah yang ideal memotivasi kerja, serta menciptakan budaya kerja dan budaya disiplin para tenaga kependidikan dalam melakukan tugasnya di sekolah
            Berkaitan dengan kompetensi manajerial, seorang kepala sekolah dalam menjabarkan  kemampuan yang ada tentunya harus mempertimbangan berbagai macam pendekatan dan gaya kepemimpinan agar semua sumber daya yang ada disekolah bisa dikelola dan difungsikan sesuai dengan apa yang diharapkan.
            Sharplin dalam Sagala (2000:149) menyebutkan kepemimpinan yang baik dicirikan oleh sifat-sifat : (1) manusiawi; (2) memandang jauh kedepan (visioner); (3) inspiratif (kaya akan gagasan); dan (4) percaya diri. Pemimpin yang manusiawi cukup penting, karena jika para guru di sekolah diperlakukan tidak manusiawi, maka kepala sekolah tersebut akan mendapatkan perlawanan. Bentuk perlawanan yang paling sederhana adalah para guru tersebut tidak melaksanakan tugas secara professional dengan baik, mereka akan datang kesekolah hanya memenuhi jadual yang sudah ditentukan, dan mereka tidak akan bekerja/mengajar secara maksimal. Selanjutnya kepala sekolah yang tidak mempunyai visi sekaligus tidak percaya diri dipastikan sekolah yang dipimpinnya tidak akan mampu bersaing dengan sekolah lain dan sekolah yang dipimpinnya tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya bergerak dalam kegiatan yang bersifat rutin dengan apa adanya.
            Di samping itu berbagai pengalaman dan sejumlah penelitian menunjukkan bahwa seseorang untuk menjadi pemimpin harus mempunyai gaya tertentu yang digunakan agar tujuan yang dicita-citakan bersama akan terwujud. Kepemimpinan yang baik tentunya sangat berdampak pada tercapai tidaknya tujuan organisasi karena pemimpin memiliki pengaruh terhadap kinerja yang dipimpinnya. Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan merupakan bagian dari kepemimpinan. Konsep kepemimpinan erat sekali hubungannya dengan konsep kekuasaan. Dengan kekuasaan pemimpin memperoleh alat untuk mempengaruhi perilaku para pengikutnya. Terdapat beberapa sumber dan bentuk kekuasaan, yaitu kekuasaan paksaan, legitimasi, keahlian,penghargaan, referensi, informasi, dan hubungan.
Gaya kepemimpinan adalah sikap, gerak-gerik atau lagak yang dipilih oleh seorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Gaya yang dipakai oleh seorang pemimpin satu dengan yang lain berlainan tergantung situasi dan kondisi kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Gaya kepemimpinan adalah suatu pola perilaku yang konsisten yang ditunjukkan oleh pemimpin dan diketahui pihak lain ketika pemimpin berusaha mempengaruhi kegiatan-kegiatan orang lain.
Mc Gregor (1957) sebagaimana dikutip oleh Sagala (2000:149) merumuskan ada tiga prinsip gaya kepemimpinan yang saling berbeda, yaitu : (a) otocratic  leadership, kepemimpinan gaya otokrasi, (b) participative or democrative leadership, kepemimpinan gaya partisipatif atau demokrasi, dan (c) the lazes-faire leadership, kepemimpinan gaya bebas atau liberal. Gaya kepemimpinan yang demikian ini dapat digunakan oleh pemimpin atas dasar situasi yang menghendakinya. Fokus dalam pendekatan situasional terhadap kepemimpinan menurut Harsey dan Blanchard (1992:100) dalam Sagala (2000:149) adalah pada prilaku yang dapat diamati, tidak pada suatu kemampuan atau potensi kepemimpinan yang secara hipotesis dibawa sejak lahir atau diperoleh. Penekanan pendekatan situasional adalah para perilaku para pemimpin dan anggota kelompok (pengikut) dalam berbagai situasi.
Beberapa tahun sebelumnya Edmonds (1979) dalam Sagala (2000:149) menyimpulkan hasil penelitiannya, bahwa tidak akan pernah ditemui lembaga pendidikan yang baik dipimpin oleh :pemimpin yang mutunya rendah”. Dengan kata lain, lembaga pendidikan (sekolah) yang baik akan selalu memiliki pemimpin yang baik pula yaitu pemimpin yang visioner. Sejalan dengan itu, Ornstein dan Levine (1989) dalam Sagala (2000:149) menekankan perlunya fokus manajemen didasarkan pada lembaga yang bersangkutan, konsensus yang kuat terhadap tujuan yang jelas dan dapat diharapkan, penggunanaan waktu yang efektif, dukungan pemerintah daerah, hubungan perencanaan, sikap kolegialitas, dan komitmen organisasi yang tinggi.
Pada prinsipnya kepemimpinan kepala sekolah tidak hanya berkenaan dengan gaya yang ditampilkan, karena tidak satu gayapun yang dapat diterapkan secara konsisten pada beragam situasi sekolah. Karena itu, aspek penerapan gaya kepemimpinan tidak lebih penting dari pada persoalan kemampuan seorang kepala sekolah untuk memberlakukan semua unsur personel secara manusiawi sehingga pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu dan berkualitas sesuai dengan standar yang dipersyaratkan. Seorang kepala sekolah selalu memberikan kesan yang menarik, karena dalam kepemimpinan diperlukan gaya dan sikap yang sesuai dengan iklim lembaga pendidikan dan satuan pendidikan yang dipimpinnya.
Pada intinya seorang pemimpin pendidikan dalam hal ini kepala sekolah hendaknya memiliki kepemimpinan yang jelas dan tegas sehingga upaya-upaya yang telah di rencanakan untuk kemajuan sekolah dapat terealisasi lebih cepat, tepat dan akurat. 


Daftar Pustaka:

Handoko,T H.1992. Manajemen. Edisi ke-2. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi UGM.
Hersey,P. & Blanchard,K.H. 1992. Manajemen Perilaku Organisasi; Pendayagunaan Sumber Daya Manusia, (terjm.) Agus Dharma, Erlangga, Jakarta.
Kambey,Daniel.C. 2003. Landasan Teori Administrasi/Manajemen.Manado: Yayasan Tri Ganesa Nusantara.
Mulyasa.E. 2003. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Penerbit: Remaja Rosdakarya, cetakan 1.Bandung.
Mulyono. 2008. Manajemen Administrasi & Organisasi Pendidikan.Ar-Ruzz Media Jogyakarta.
Permendiknas RI No. 13 Tahun 2007. Tentang Standar Komptensi Kepala Sekolah/Madrasah. Depdiknas, Jakarta
Pidarta, M. 1988. Manajemen Pendidikan Indonesia, Bina Aksara, Jakarta,.
Robbins, SP.1989. Organizational Behavior; Concepts, Controversies and Applications, Prentice Hall International, New York
Sagala, Syaiful. 2000. Administrasi Pendidikan Konteporer.Alfabeta. Bandung.
Sagala,Syaiful .2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kepemdidikan. Penerbit: Alfabeta, cetakan 2. Bandung.

10 komentar:

  1. sangat bermanfaat.
    terima kasih banyak

    BalasHapus
  2. Thanks untuk makalah'a, banyak membantu saya dalam mengerjakan tugas kuliah. God Bless You. ^_^

    BalasHapus
  3. terima kasih banyak, ini untuk bahan skripsi saya :)

    BalasHapus
  4. tq bgt yach...
    sangat bermanfaat bagi saya...

    BalasHapus
  5. daftar pustakanya kurang lengkap, seperti Wahyudi, Gordon dll.

    dari Paingot...!!

    BalasHapus
  6. daftar pustaka kurang lengkap, seperti Gordon, wahyudi, dll


    dari : paingot

    BalasHapus
  7. daftar pustaka ga lengkap, seperti Gordon Wahyudi, cd english, dll

    dari : paingot

    BalasHapus
  8. gordon, wahyudi, cd vol ??? di daftar pusataka ga da tuh ??

    dari : paingot

    BalasHapus
  9. terimakasih,, smoga bisa bermanfaat... tetaplah berbagi ilmuuuu

    BalasHapus